Realitas Ekonomi Digital Kita: Nyaman tapi Mengkhawatirkan
Era digital telah mengubah wajah ekonomi kita secara fundamental. Kini, segala bentuk transaksi dan layanan nyaris sepenuhnya berpindah ke platform daring—mulai dari belanja pakaian, memesan makanan, jasa antar, hingga layanan edukasi dan hiburan. Cukup dengan satu klik, apa pun bisa sampai ke depan pintu. Namun, di balik kemudahan itu, tersembunyi ironi yang mendalam: bangsa ini hanya menjadi pasar, bukan pengendali. Pelaku UMKM, kurir, dan konsumen yang menjadi roda penggerak justru berada dalam posisi paling lemah. Sementara itu, keuntungan besar dari aktivitas ekonomi digital mengalir ke luar negeri, ke kantong para pemilik platform, investor global, dan korporasi raksasa yang tidak pernah sekalipun hadir menyapa realitas lokal kita.
Ketimpangan itu nyata dan kian dalam. Platform-platform digital asing mengenakan komisi hingga 30% dari setiap transaksi pelaku usaha kecil. Kurir yang menjadi ujung tombak distribusi barang dipaksa tunduk pada sistem insentif yang terus ditekan, hingga berujung pada aksi protes di berbagai kota. Konsumen pun tidak benar-benar diuntungkan, karena mereka dibebani berbagai biaya layanan dan ongkos tersembunyi yang pada akhirnya membuat harga barang lebih mahal. Sistem yang dibangun memang tampak efisien, tetapi di balik efisiensi itu tersembunyi eksploitasi dan ketidakadilan struktural yang tidak bisa dibiarkan terus berlangsung.
Urgensi Membangun Kedaulatan Ekosistem Digital
Di sinilah pentingnya kita mulai membangun kedaulatan dalam ekosistem bisnis digital. Kita tidak bisa hanya menjadi pengguna pasif, terjebak dalam kenyamanan semu yang justru memperkuat dominasi pihak luar. Ekonomi digital bukan sekadar urusan teknologi, tetapi soal siapa yang mengendalikan aliran nilai, siapa yang menentukan aturan main, dan siapa yang menikmati hasil. Jika kita terus membiarkan ekosistem ini dikuasai oleh pihak luar, maka UMKM lokal hanya akan menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak pada mereka.
Membangun ekosistem digital yang adil dan mandiri adalah bagian dari perjuangan besar bangsa. UMKM harus menjadi subjek, bukan objek. Kurir harus dihormati sebagai pelaku penting, bukan sekadar pion dalam sistem logistik. Konsumen harus disadarkan bahwa keputusan membeli di platform asing atau lokal bukan hanya soal harga, melainkan soal keberpihakan ekonomi. Setiap transaksi adalah keputusan politik. Jika dilakukan secara sadar dan kolektif, maka ia bisa menjadi kekuatan perubahan.
Muhammadiyah: Pilar Umat, Penggerak Ekonomi Digital yang Berkeadilan
Dalam konteks ini, Muhammadiyah memiliki posisi strategis dan tanggung jawab besar. Sebagai gerakan Islam modern yang telah berhasil membangun ribuan sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi, dan layanan sosial, Muhammadiyah telah membuktikan diri sebagai kekuatan utama dalam membangun infrastruktur sosial bangsa. Namun kini, tantangan baru menanti: bagaimana membangun infrastruktur digital yang tidak hanya melayani, tetapi juga memberdayakan umat?
Melalui Majelis Ekonomi, Lembaga Pengembangan UMKM (LP-UMKM), dan jaringan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang tersebar dari kota besar hingga pelosok desa, Muhammadiyah memiliki fondasi kuat untuk membangun alternatif dari ekosistem digital yang eksploitatif. Muhammadiyah bisa menjadi pelopor dalam mendirikan platform marketplace sendiri, logistik syariah yang memberdayakan kurir lokal, sistem pembayaran digital berbasis komunitas, hingga literasi digital berbasis nilai-nilai Islam Berkemajuan. Ini bukan hanya mungkin—ini perlu dan mendesak dilakukan.
Nitipbos.com: Inisiatif Lokal Menuju Kedaulatan
Salah satu contoh inisiatif yang patut didukung dan dikembangkan adalah kehadiran Nitipbos.com. Platform ini tidak hanya hadir sebagai marketplace biasa, tetapi menawarkan sistem yang adil bagi UMKM dan kurir lokal. Tanpa komisi besar, tanpa ketergantungan pada aplikasi berat, Nitipbos.com mengedepankan kemudahan akses, nilai kebersamaan, dan keberpihakan pada ekonomi komunitas. Ia dikembangkan oleh anak bangsa, bukan korporasi asing, dan sejalan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan Muhammadiyah: keadilan sosial, kemandirian ekonomi, dan keberdayaan umat.
Nitipbos.com bukan hanya platform, melainkan gerakan. Ia menawarkan alternatif dari sistem yang menekan, dengan prinsip bahwa setiap klik adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan. Dalam jangka panjang, inisiatif semacam ini dapat menjadi bagian dari ekosistem digital Muhammadiyah yang lebih besar—terintegrasi dengan AUM, koperasi, pesantren bisnis, dan jaringan dakwah ekonomi.
Dari Klik Menuju Gerakan, Dari UMKM Menuju Kemandirian Bangsa
Satu klik memang tampak kecil, tetapi jika dilakukan oleh banyak orang, ia bisa menjadi gelombang perubahan. Klik yang diarahkan ke platform lokal bisa menghidupkan UMKM tetangga, menyambung nafkah kurir, dan memutar roda ekonomi komunitas. Gerakan kedaulatan digital bukan utopia. Ia adalah amanat sejarah yang harus dijawab oleh semua pihak yang peduli pada masa depan bangsa—termasuk Muhammadiyah, sebagai kekuatan masyarakat sipil terbesar yang lahir dari semangat pembebasan dan pencerahan.
Kini saatnya Muhammadiyah mengonsolidasikan kekuatan ekonomi digital umat. Kita tidak boleh terus bergantung pada sistem digital milik orang lain. Kita harus berani membangun sistem kita sendiri, menggerakkan jaringan yang sudah ada, dan mengajak semua elemen bangsa untuk berpihak pada ekosistem yang berkeadilan. Inilah jihad baru di era digital: membangun ekonomi mandiri, adil, dan berdaulat. Bukan hanya untuk Muhammadiyah, tapi untuk Indonesia.
oleh : Suwatno Ibnu Sudihardjo
Anggota LPUMKM PWM Jawa Tengah