Oleh : Khafid Sirotudin
Menarik materi sessi pertama yang diberikan oleh Prof. Ali Agus. Sedianya Prof. Ali konfirmasi berkenan hadir bahkan sudah booking tiket pesawat dari Jakarta ke Semarang. Namun sebagai Staf Khusus Menteri beliau harus menghadiri rapat dengan Menteri Pertanian, sehingga diwakili putranya, Arya Khoirul Hammam, yang selama ini berkhidmat mengikuti jejak ayahnya. Sessi pertama semakin lengkap dengan pemaparan hasil “best practise” Eko Suwito, Ketua JATAM (Jamaah Tani Muhammadiyah) Difabel Bejen, Sleman, DIY.
Meski memiliki keterbatasan fisik sebagai difabel, kelompok peternak (Poknak) ayam petelur binaan Prof. Ali Agus melalui MPM PP Muhammadiyah ini sangat menyenangkan. Sebuah kelompok ternak ayam kaum difabel yang telah mendapatkan Sertifikat HFAC (Humam Farm Animal Care) pertama di Indonesia. Produknya dilabeli sebagai Telur Ayam Bahagia bermerk TelurMoe. Semenjak mendapatkan sertifikat kelas internasional itu, Poknak yang diketuai Eko Suwito menjadi “jujugan” belajar dari 4 negara di Afrika dan beberapa negara Asean.
Arya memaparkan bahwa budidaya ternak ayam petelur yang diinisiasi Prof. Ali tidak sekedar memberikan pemahaman landasan teologis dan moralitas keagamaan bagi kelompok peternak binaan. Namun juga diberikan ilmu beternak yang mumpuni secara praktek, pendampingan rutin dan pelatihan manajemen tata kelola SDM dalam memelihara ayam, serta pelatihan tata kelola uang dan membangun jejaring pemasaran. Lebih lanjut Arya menyampaikan bahwa ayam adalah makhluk hidup ciptaan sang Khalik yang diberi hidayah oleh Allah berupa hidayah ilhami (instingtif) dan hawasi (inderawi) sebagaimana manusia. Bedanya manusia dilengkapi dengan hidayah ‘aql (akal), sedangkan hewan tidak. Meski keduanya sama-sama mempunyai otak.
Sebagai sesama makhluk Tuhan, ayam musti diperlakukan sebagaimana makhluk hidup lain agar menjadi bahagia. Dengan kebahagiaan yang dialami ayam piaraan (tidak stress, nyaman) dan diberi asupan pakan yang halalan thayyiban (halal dan bernutrisi baik) maka ayam mampu memproduksi telur yang berkualitas tinggi. Kandungan protein yang dihasilkan TelurMoe jauh lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam yang diperlakukan kurang “berperikehewanan”.
Ayam tidak dipelihara secara baterai, namun “diumbar” (diberi ruang gerak) yang bebas meski terbatas, sehingga naluri hewaninya tetap terjaga. Berdasarkan hasil uji laboratorium beberapa kali menunjukkan bahwa telurMoe lebih unggul kandungan nutrisinya dibandingkan dengan hasil telur ayam yang diperlakukan kurang hewaniawi.
Sebagai pakar nutrisi ternak, Prof. Ali Agus menggunakan beragam bahan pakan ternak yang banyak tersedia di lingkungan tempat tinggal kelompok ternak. Baik itu tanaman biji-bijian, empon-empon dan tanaman lain yang berkhasiat obat bagi manusia dan hewan. Masalah yang perlu dipikirkan selanjutnya, sebagaimana disampaikan Arya, yaitu bagaimana bisa memenuhi kebutuhan pakan ternak ayam skala industri. Mengingat efisiensi ketersediaan pakan hanya bisa dicapai jika diproduksi pada skala industri. Membeli jagung sebanyak 1 kuintal tentu lebih mahal harganya dibanding membeli jagung 1 ton apalagi 10 ton.
Jika seekor ayam petelur membutuhkan asupan pakan sebanyak 120-130 gram per hari, untuk memelihara 100 ekor ayam membutuhkan pakan sebanyak 12-13 kg per hari. Jika memelihara 1.000 ekor, maka dibutuhkan pakan sebanyak 1,2 hingga 1,3 kuintal per hari. Bagaimana jika kita hendak memelihara 10.000 sampai 100.000 ekor, silahkan dihitung sendiri berapa banyak pakan dibutuhkan per hari, per pekan dan per bulan. Sedangkan kita semua tahu, bahwa ayam petelur tidak berlaku syariat puasa ramadhan, apalagi puasa sunnah, sebagaimana seorang muslim.
Ketersediaan pakan ternak yang berkualitas dan memenuhi kuantitas sesuai jumlah ayam yang dipelihara, membutuhkan peran serta persyarikatan agar segera merintis pendirian industri pakan ternak yang dibutuhkan para peternak ayam. Tantangan ini yang kami diskusikan dengan Toni Firmansyah, bagaimana LP-UMKM PP Muhammadiyah bersinergi dengan MPM PP dan JATAM untuk segera menginisiasi pendirian industri pakan ternak ayam, minimal skala industri kecil di sentra-sentra peternakan ayam petelur milik masyarakat.
Belajar Dari TelurMoe
Eko Suwito bercerita bagaimana tantangan, hambatan dan peluang menjadi peternak ayam telur secara berkelompok sebagai penyandang difabel. Suka duka disampaikan berdasarkan best practise yaitu sebuah laku sosial ekonomi yang berkeadaban. Sebuah contoh prosedur, kebijakan dan kegiatan operasional yang dianggap sebagai standar terbaik dalam ternak ayam petelur yang harus berusaha sungguh-sungguh untuk dicapai. Tentunya dengan pendampingan intensif dari MPM PPM, terutama Prof. Ali Agus dan tim JATAM.
Praktik awal dilakukan dengan memasukkan ayam petelur sebanyak 300 ekor pada bulan Mei 2024. Kemudian pada bulan Juni 2024, sebagian ayam sudah mulai bertelur. Pada bulan September 2024, produktivitas telurMoe telah mencapai 98% atau kurang lebih 280 butir per hari. Jika pada masa awal bertelur, jumlah telur yang dihasilkan masih bisa dibeli untuk memenuhi kebutuhan sendiri keluarga peternak, maka setelah produktivitas maksimal tercapai membutuhkan pemasaran hasil telurMoe di luar kelompok ternak.
Kelompok peternak ayam petelur bahagia bersyukur dibantu membuka jaringan pemasaran ke beberapa kalangan, yaitu warga Muhammadiyah, masyarakat umum dan kini sudah bisa masuk ke beberapa resto dan pasar swalayan. Bahkan kelompok peternak telur bahagia sudah berkembang di dua tempat lain di kabupaten Sleman DIY.
Kelebihan produk telurMoe disamping kualitas dan kuantitas produktsi yang optimal hingga 98% dari populasi, juga menjadikan peternak tidak sebagai “price taker” (penerima harga) sebagaimana yang terjadi selama ini di pasar. Sehingga peternak ayam hanya bisa “manut” mengikuti harga yang ditentukan secara sepihak oleh para pemain pasar telur. Peternak ayam bahagia yang memiliki produk telur yang berkualitas dan efisien dalam budidaya, dibentuk sebagai “price maker” (penentu harga) telur yang layak secara ekonomi dan bisnis. Peternak berintegritas yang memiliki jiwa kewirausahaan (sense of entrepreneurship) yang handal.
Semoga ihtiar kecil yang kami lakukan bersinergi dengan MPM PP dan JATAM ini mampu menginspirasi dan memotivasi kalangan peternak ayam petelur skala UMKM untuk bangkit dan memulai lagi beternak, setelah banyak diantar mereka yang gulung kandang pasca pandemi Covid-19 terjadi. Dan kami berharap agar Pemerintah yang mulai Januari 2025 melaksanakan Program Makanan Bergizi benar-benar dapat menyerap telur dari peternak ayam skala kecil di berbagai daerah sebagai salah satu syarat mutlak TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Wallahu’alam
Semarang, Jumat Berkah 12 Desember 2024