Oleh : Khafid Sirotudin
Sebuah gedung berlantai 40 berdiri megah di jalan Sudirman Jakarta. Hasil rancangan arsitek Hellmuth, Obata dan Kassabaum (HOK Inc.) itu dibangun pada tahun 1996. Terletak di kawasan Pusat Bisnis Jakarta Pusat, dengan luas bangunan 90.482 meter persegi. Gagah, Megah dan bergaya postmodern. Bangunan megah itu adalah Gedung GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia). Sebuah penanda peradaban Koperasi sebagai pelaku ekonomi Indonesia yang dijamin Konstitusi.
Para pendiri bangsa memaknai Badan Usaha Koperasi sebagai manifestasi Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi : “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Terkait badan usaha ekonomi, semula hanya Koperasi yang disebut sebagai Soko Guru Perekonomian nasional. Tetapi kini terdapat tiga badan usaha yang dijadikan soko guru perekonomian Indonesia. Selain koperasi, ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS).
Ketiga badan usaha tersebut sah menurut peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Namun sekarang, kalau kita lihat dari aset total ketiga badan usaha tersebut sungguh terjadi “njomplang” (tidak seimbang). Berdasarkan data tahun 2021, total aset koperasi seluruh Indonesia hanya Rp 153 Triliun. Coba bandingkan dengan aset total BUMN yang lebih dari Rp 1.000 Triliun dan BUMS yang jauh diatas BUMN dan Koperasi. Setidaknya hal itu terlihat dari banyaknya Gedung Megah penanda peradaban ekonomi yang dimiliki BUMN dan BUMS di Ibukota Jakarta atau kota-kota besar ibukota Provinsi di seluruh Indonesia.
Saya jadi teringat apa yang pernah disampaikan suwargi Adi Sasono, Menteri Koperasi era Presiden Gus Dur. ”Jangan jadikan ayam dan musang dalam satu kandang”, demikian ungkap Adi Sasono saat meninjau KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah) BMT Bina Niaga Utama (Binama) Weleri-Kendal, tahun 1996. Kalimat tersebut masih terngiang hingga sekarang saya diamanati sebagai Ketua Lembaga Pengembang UMKM (LP-UMKM) PW Muhammadiyah Jawa Tengah 2022-2027.
Saya menangkap untaian kata dari Adi Sasono sebagai kewajiban negara untuk melindungi, mengayomi, melayani, memfasilitasi dan mengarusutamakan kepentingan ekonomi rakyat yang kebanyakan berada pada skala usaha ultra mikro, mikro, kecil dan menengah. Koperasi adalah salah satu Badan Usaha sah yang dilindungi Konstitusi dan Undang-Undang. Sebuah badan usaha ekonomi yang berwatak sosial (social entrepreneurship). Suatu badan usaha yang “wasathiyah” (moderat) bertumpu pada budaya gotong-royong, berjamaah dalam ekonomi. Tidak berwatak liberal-kapitalistik dimana aset dikuasai para kapitalis (pemilik modal), namun juga tidak komunal-sosialistik ansih dimana semua aset dikuasai oleh negara (komunis).
Koperasi merupakan gerakan ekonomi, badan usaha dan sebuah entitas bisnis yang berwatak sosial (manusiawi). Jika Perseroan Terbatas (PT) berlaku one man one share dimana kekuasaan dan segala keputusannya ditentukan saat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang hanya dihadiri oleh gelintir orang mewakili pemegang saham. Maka keputusan dan kekuasaan Koperasi ada pada “manusia”-nya : one man one vote, dimana keputusannya ditentukan saat Rapat Anggota Tahunan (RAT). Pada PT, yang sangat menentukan merah-hijau-kuningnya perusahaan adalah pemilik saham pengendali (mayoritas), sedangkan koperasi yang menentukan adalah mayoritas anggota (orang) sebagai pemilik dan pengendali perusahaan.
Sudah 2 tahun ini, kami menginisiasi menggerakkan kembali semangat berkoperasi di lingkungan UMKM Jawa Tengah, khususnya di kalangan warga persyarikatan. Mengingat sejarah Koperasi Batik lahir dan berkembang di Jateng. Selain itu ada best stories di masa lampau adanya GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia), PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa), PUSKUD Mina Baruna (Koperasi di kalangan nelayan), INKOPTI (Induk Koperasi Tahu Tempe Indonesia), Pusat KPTRI (Koperasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) dan sebagainya.
UMKM adalah Skala Usaha, bukan badan hukum atau badan usaha. Sementara Koperasi, PT dan Yayasan merupakan Badan Hukum yang telah diatur Undang-Undang. Sehingga menurut kami, badan hukum dan badan usaha yang paling pas untuk menaungi pelaku UMKM adalah Koperasi. Memang tidaklah mudah mengarusutamakan Koperasi sebagai gerakan ekonomi kerakyatan. Apalagi stigma negatif pada era Orde Baru sempat disematkan oleh beberapa kalangan pada Era Reformasi. Misalnya KUD diplesetkan menjadi Ketua Untung Duluan atau “Kono Untalen Dewe” (Situ Makan Sendirian) dan semacamnya. Begitu juga dengan kejadian akhir-akhir ini adanya berbagai mal-administrasi dan mal-praktek Koperasi yang hanya menjadi stempel badan usaha keluarga, lembaga keuangan mikro konvensional dan syariah (Kospin, KPPS).
Banyak masalah yang harus dirumuskan sebagai agenda untuk memajukan kembali Koperasi di Indonesia. Mulai aspek Sumberdaya Insani, Tata Kelola, Sistem dan Kebijakan Pemerintah yang afirmatif. Seberat apapun tantangan dan hambatan yang ada saat ini, kita musti memulai aksi nyata sebagai upaya memajukan dan mengembalikan Koperasi menjadi Soko Guru yang kokoh bagi Perekonomian Nasional. Sebagaimana tema Hari Koperasi Nasional tahun 2024 : “Koperasi Maju, Indonesia Emas”.
Kami, LP-UMKM PWM Jawa Tengah telah memulainya sejak setahun lalu dengan aksi nyata membuat spanduk, flyer, karangan bunga dan twibbon Harkopnas. Barangkali terlihat belum seberapa manfaat dan “kecil”. Namun, bukankah sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil dan dilakukan secara konsisten berkelanjutan. Selamat Harkopnas 2024. Jayalah Koperasi Indonesia.
Wallahu’alam.