Oleh : Suwatno Ibnu Sudihardjo
Setelah acara Business Gathering Suryaganic Mentari Niaga Utama (MNU) bersama Prof. Dr. Ali Agus selesai di RM Dadap Sumilir, Kulonprogo, kami tidak langsung pulang ke Purwokerto. Saya bersama tiga sahabat lain—masih semangat, walau perut kenyang dan kepala penuh inspirasi—memutuskan untuk mampir dulu ke Sleman.
Kami sambangi konco lama, kawan seperjuangan di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), yang kini juga sedang aktif mengembangkan jaringan UMKM lokal.
Di mobil kami sempat berandai: “Jangan-jangan mampir ini bakal jadi awal rezeki…”. Eh, ternyata bukan sekadar andai.
Obrolan Konco: Bukan cuma nostalgia, tapi Investasi Relasi.
Kami diterima hangat. Kopi diseduh, cemilan dihidangkan, dan obrolan mengalir dari kenangan IMM sampai strategi distribusi pupuk.
Dari yang awalnya cuma cerita “apa kabar?”, bergeser ke: “Eh, sampeyan kan jaringan sama produsen pupuk organik ya?”
“Kebetulan, jaringan tani kami di Sulawesi lagi butuh banyak pupuk organik cepat. Siap nggak kalau kirim minggu depan?”
Saya hanya bisa senyum, antara takjub dan syukur.
Bayangkan, cuma mampir silaturahmi, tapi bisa deal order kirim pupuk organik ke Sulawesi.
Pelajaran dari Prof. Ali Agus: Dua Kata Kunci Bisnis
Sebelumnya, dalam forum gathering, Prof. AA sudah mengingatkan dengan gaya khas beliau: campuran ilmu, pengalaman dan humor.
Kunci Pertama: Ilmu & Teknologi
“Kalau tidak paham ilmunya, jangan harap panen cuan. Yang ada, panen kerugian,” ujar beliau.
Jadi, pupuk organik tidak cukup sekadar ‘alami’, tapi juga harus ilmiah dan aplikatif. Karena petani butuh solusi, bukan slogan.
Kunci Kedua: Silaturahmi & Jaringan
Beliau menegaskan, bisnis harus dibangun lewat jaringan. “Silaturahmi dengan koncone kancane itu wajib. Kadang bukan teman kita yang butuh produk kita, tapi temannya teman kita.”
Dan benar saja, malam itu teori Prof. AA menjadi kenyataan. Karena mampir ke konco (kawan), kami tersambung ke kancane konco (temannya kawan). Dan akhirnya order besar itu datang dari koncone kancane yang bahkan belum pernah kami temui sebelumnya.
Muhammadiyah, Tani dan Ekosistem Rezeki
Yang lebih membahagiakan, produk pupuk berasal dari jaringan produsen Muhammadiyah. Order datang dari jaringan petani Muhammadiyah di Sulawesi. Distribusi difasilitasi oleh relasi antar kader.
Ini bukan sekadar transaksi. Ini adalah contoh ekosistem ekonomi umat yang hidup karena kepercayaan dan kolaborasi. Bukan dimulai dari lelang proyek, tapi dari salam dan cerita ringan.
Silaturahmi itu Modal, Bukan Beban
Kalau kami buru-buru pulang malam itu, mungkin tidak ada cerita ini. Tetapi karena kami sengaja mampir, ternyata Allah bukakan pintu rezeki baru. Di luar agenda. Di luar rencana. Di luar ekspektasi.
Maka jangan sepelekan mampir. Bisa jadi satu teguk kopi bersama konco, lebih menghasilkan dari seratus presentasi di aula hotel.
enutup: Mari Jadi Bagian dari “Koncone Kancane”
Kalau hari ini usahamu seret, jaringanmu sempit, pasokanmu macet, jangan putus asa.
Buka kembali daftar kontak lama. Siapa lagi teman IMM-mu. Hadiri undangan walau sekadar ngopi. Karena bisa jadi, konco lamamu sedang jadi jalan rezekimu.
Salam silaturahmi dan ekonomi berkemajuan.
*) Suwatno Ibnu Sudihardjo, anggota LPUMKM Jawa Tengah
Catatan:
Tulisan ini adalah refleksi dari perjalanan nyata selepas Business Gathering Suryaganic MNU bersama Prof. Ali Agus. Terinspirasi dari materi “Dua Kata Kunci dan Koncone Kancane” yang tayang di Suara Muhammadiyah. Mari kita terus hidupkan ekonomi berjamaah, mulai dari satu konco ke konco lainnya.