Oleh: Margo Hutomo
Allah Swt. berfirman :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ( الحجرات: ١٣ )
Artinya :
“Wahai manusia sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui Maha Teliti”.
(QS. [49] Al-Hujurat : 13)
Dalam ayat diatas, Allah Swt. menjelaskan bahwa secara kodrat manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Yang butuh bergaul dengan sesama untuk bisa hidup secara normal di dunia. Dengan kata lain, ia tak bisa hidup normal tanpa bergaul dengan orang lain dalam masyarakat. Agar tidak merusak ketakwaan, maka perlu tata cara yang baik dalam pergaulan di masyarakat.
Dalam pandangan kaum cerdik pandai, pergaulan itu ada 4 macam, yaitu :
Pertama, pergaulan itu ibarat makanan bergizi.
Yaitu makanan yang dibutuhkan dan dikonsumsi setiap hari, agar menjadikan tubuh sehat dan menjaga imunitas. Mengingat hal itu maka kita membutuhkan pergaulan dengan orang-orang yang berilmu, orang-orang yang shalih yang senantiasa mengingatkan kita kepada Allah. Sehingga rohani kita menjadi sehat, disamping dapat menjaga iman dan takwa kita.
Kedua, pergaulan ibarat obat.
Yaitu bergaul dengan orang lain hanya tatkala perlu. Laksana minum obat tatkala kita sakit. Jika sudah sehat, tidak perlu minum obat lagi.
Obat tidak boleh overdosis, sebab akan menjadikan penyakit. Siapakah yang seperti obat itu ? Yaitu kitavbergaul dengan orang-orang yang kita perlukan bergaul sama mereka. Yaitu teman-teman bisnis, kawan-kawan sejawat, dst.
Ketika bekerja, kita memerlukan berjumpa dengan mereka. Kita perlu rapat, duduk bersama mereka, tapi secukupnya, jangan sampai overdosis.
Ketiga, pergaulan ibarat penyakit.
Yaitu bergaul dengan orang lain yang kurang atau tidak bermanfaat. Waktu habis sia-sia begitu saja tanpa ada manfaat, baik dunia maupun akhirat. Bahkan dapat menimbulkan perbuatan dosa. Seperti berghibah (membicarakan keburukan orang lain), menebar kebencian dan pertikaian, serta lainnya.
Kempat, pergaulan ibarat racun.
Yaitu bergaul dengan orang lain yang membuat kita teracuni. Bergaul dengan para pelaku kedzaliman (berbuat syirik, sombong, tidak adil, dll). Yang apabila duduk kelamaan dengan mereka, kemungkinan besar kita akan menjadi seperti mereka pula.
Mungkin kita bisa saja mengatakan, “Alhamdulillah saya bisa menahan diri, saya bisa menjaga diri.” Namun lama kelamaan racun itu akan masuk secara berangsur dan sedikit demi sedikit seperti aliran darah dalam tubuh. Sehingga rusaklah kesucian hati (tauhid) penggerak jiwa raga kita dalam pengabdian kepada- Nya.
Teladan Abu Bakar
Abu Bakar ra. adalah seorang Sahabat yang sangat berhati-hati dalam pergaulan yang dapat membawa kepada syirik yang tersembunyi.
Sebuah riwayat dari Ma’qil bin Yasar mengatakan bahwa dia pergi bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq ke rumah Nabi Muhammad Saw. Lalu dia bersabda :
يَا أَبَا بَكْرٍ، لَلشِّرْكُ فِيكُمْ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
Artinya :
“Wahai Abu Bakar, syirik itu ada di dalam diri. Artinya, kalian lebih tersembunyi dari jalannya semut”
Yang dimaksud adalah riya’ (keinginan agar dilihat banyak orang, dipujii dll), Hal itu lebih tersembunyi dari jalannya semut.
Abu Bakar lalu mengatakan:
وَهَلِ الشِّرْكُ إِلاَّ مَنْ جَعَلَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ؟
Artinya :
“Bukankah syirik itu orang yang menyekutukan Allah?”
Maka Nabi Saw bersabda :
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَلشِّرْكُ أَخْفَى مِنْ دَبِيبِ النَّمْلِ
Artinya :
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Sungguh syirik itu lebih tersembunyi daripada jalannya semut.”
Yang dimaksud ajaran tersebut adalah syirkul khafi. Setan tahu bahwa orang-orang yang ahli ibadah itu tidak bisa digoda dari sisi syahwatnya. Maka setan akan menggoda orang-orang yang ahli ibadah dari sisi niat ibadahnya.
Dalam ayat diatas disebutkan, bahwa orang yang paling mulia disisi Nya adalah orang yang paling bertakwa. Maka sudah selayaknya kita tidak henti untuk terus mempelajari dan memahami isi Al-Qur’an, sehingga punya pedoman dalam pergaulan di masyarakat. Kemudian kita terhindar dari perbuatan syirik kecil yang apabila menumpuk, dipastikan akan menghanguskan amal-amal kebaikan yang semestinya membawa kepada takwa.
(QS.3 : 88 & QS.39 : 65)
Wallahu A’lam
*) Red. UKMMu.com – Batang, 3 Oktober 2024