Encep Saepudin
Piknik itu menghabiskan uang. Uang habis selama piknik justru menyelamatkan ekonomi negara. Begitulah ekosistem piknik.
Istilah piknik sudah mulai ditinggalkan banyak orang. Kini kita lebih sering menyebutnya dengan plesir, liburan, wisata, tour, dan yang kekinian adalah healing.
Healing itu mengalami pergeseran makna. Pengertian sebenarnya adalah pemulihan semua luka, bahkan luka perasaan dan jiwa, dari waktu ke waktu. Kini maknanya menjadi jalan-jalan, piknik, dan juga wisata.
“Kita mau healing-healing dulu, dong!” begitu status seseorang di medsos. Mungkin status kamu juga. Awokawok…
Tujuan piknik, eh healing, adalah destinasi wisata. Netizen gemar sekali berburu destinasi yang viral.
Celakanya makin viral suatu destinasi wisata makin dekat pada bencana. Sebab netizen berbondong- bondong mengunjunginya tanpa peduli menjaga kebersihan, keindahan, keamanan, dan kenyamanan.
Masih ingat peristiwa haru biru Masjid Agung Al-Jabbar, Bandung. Netizen ‘berhasil’ mengotorinya dengan 98 ton sampah hanya dalam tempo dua bulan sejak diresmikan. Beginilah nasib destinasi yang viral.
Piknik itu penolong ekonomi suatu negara di kala krisis. Yunani yang sudah bangkrut saja, bangkit kembali karena ditopang aktivitas piknik orang-orang asing.
Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) memperkirakan 975 juta wisatawan global melakukan perjalanan internasional antara Januari dan September 2023. Destinasi dunia, termasuk Indonesia, berlomba-lomba bersolek menyambut kedatangannya.
Jumlah wisatawan mancanegara alias wisman yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 11,68 juta selama tahun 2023. Angka ini masih kalah dibandingkan Vietnam yang tembus 12,6 juta orang.
Sensus Penduduk (SP) yang digelar BPS Tahun 2010 Indonesia mencatat 300 kelompok etnik. Masya Allah, indah dan beragam sekali negeri ini.
Selayaknya menjadi bahan renungan kita bersama kenapa wisman memilih negeri tetangga untuk aktivitas healing- healingnya. Kenapa bukan ke negeri gemah ripah loh jinawi nan kaya etnik ini. Yang populasi muslimnya sebanyak 240,62 juta jiwa atau setara 86,7% pada 2023.
Islam menganjurkan umatnya agar melakukan piknik. Tujuannya untuk mencari karunia-Nya. Yang berhasil mendapatkannya akan beruntung.
Demikianlah makna dari QS Al-Jumuah ayat 10, yang artinya : “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak agar kamu beruntung”.
Asbabun nuzul ayat ini karena saat itu Rasulullah Muhammad Saw sedang khutbah Jumat. Namun sebagian jamaah meninggalkannya untuk menyambut kedatangan rombongan saudagar. Allah Swt mengingatkan hamba-Nya dengan pesan yang indah sekali, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al-Jumuah tersebut.
Menariknya lagi, Allah Swt. tidak memerintahkan bertebaran di tanah tempat Rasulullah Saw berkhutbah, melainkan di hamparan bumi. Lebih luas. Mari, kita renungkan ayat ini!
Dalam bahasa kekinian, ayat ini bisa dikaitkan aktivitas MICE yang kini menjadi tren dalam dunia wisata, yaitu Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions. Kerja sambil piknik dan piknik sambil kerja.
Statiska memproyeksikan potensi bisnis MICE global mencapai US$ 1,8 Miliar atau setara Rp. 27 Triliun pada 2030. Kali ini negeri di lintasan katulistiwa ini makin bersolek di transportasi, akomodasi, makan dan minum sesuai standar internasional untuk dapat irisan bisnis MICE global tersebut.
MICE berkembang karena orang-orang asing itu gemar berpergian. UNWTO mencatat bahwa netizen Malaysia 10,3 kali dalam setahun, China 5,7 kali, dan Jepang 4,7 kali setahun.
Bandingkan orang Indonesia rata-rata hanya piknik 2,6 kali dalam setahun. Ternyata kita memang kurang piknik yang sesungguhnya.
Negeri ini dikenal ramah tamah dan menghormati tamu. Lihat saja, teman dan apalagi saudara malah memaksa kita menginap di rumahnya saat kita berpergian jauh.
Keramahan ini –mungkin– yang membuat durasi memanfaatkan akomodasi sebagai tempat menginap paling rendah dibandingkan negara lain. BPS melaporkan rata-rata menginap wisatawan nusantara di hotel 1,47 hari, sedangkan wisman 2,64 hari.
Kepedulian umat Islam dalam menjaga keimanan sangat tinggi sehingga sangat mempertimbangkan kehalalan saat piknik. Hal ini melahirkan konsep wisata halal atau wisata syariah.
Wisata syariah adalah wisata yang tetap mempertahankan kearifan lokal tetapi menyediakan kebutuhan umat Islam terhadap akomodasi halal, makan minum halal, dan fasilitas shalat yang memadai. Jadi, wisata syariah yang bahasa kerennya halal tourism atau muslim-friendly tourism ini bukan Islamisasi wisata.
Populasi muslim dunia akan mencapai 2,3 Miliar jiwa pada tahun 2030, mewakili 27% dari populasi global. Mastercard dan Crescent-Rating memproyeksikan kedatangan Muslim internasional mencapai 110 juta selama 2022.
Angka ini akan tumbuh pesat mencapai 230 juta pada tahun 2028. Adapun angka pengeluaran wisatawan Muslim mencapai 225 Miliar Dolar AS
Yuk, kita menjadi bagian yang bertebaran di hamparan bumi. Kita mencari karunia Allah Swt. Namun jangan lupa turut merawat destinasi wisata selama kunjungannya.
*) Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si. Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah, FAI UMP