(Bagian Kesembilan)
Khafid Sirotudin
Di dalam sebuah kelas pertemuan 100-an pelaku UMKM Perempuan, kami pernah melempar sebuah pertanyaan : ”Apa yang menjadi kendala utama dalam mengembangkan UMKM yang ibu jalani?”. Ada yang menjawab desain dan kualitas produk, packaging, legalitas dan perijinan serta yang paling banyak menjawab soal permodalan. Fenomena ini kami yakini tidak hanya terjadi dalam forum UMKM yang kami hadiri. Namun soal permodalan agaknya telah jamak dijumpai di kalangan pegiat usaha mikro dan kecil. Banyak usaha kecil yang akhirnya tutup dan bangkrut karena terlilit hutang “bank tongol/bank plecit” atau rentenir. Fenomena mutakhir banyak pelaku UMKM yang terjerat Pinjol (Pinjaman On-line).
Berangkat dari realitas diatas, dalam forum Rakerwil LP-UMKM kami menghadirkan beberapa Bank Umum, BPRS, BTM dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Terbagi dalam dua sessi terkait permodalan bagi UMKM. Sessi pertama dari Bank Mandiri/BSI, Bank Muamalat dan Bank Jateng Syariah. Sessi kedua dari Pusat Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) Jateng dan KJKS/Baitut Tamwil Bina Niaga Utama (Binama), yang merupakan BMT/KJKS Pertama di Jateng (berdiri tahun 1993) dan telah berusia 30 tahun dengan 10 kantor layanan se Jawa Tengah.
Sebenarnya dalam menjalani profesi sebagai pelaku UMKM ada kaidah yang musti dipahami dan ditaati agar usaha mampu berkembang secara baik. Pertama, mulai dari kecil dan mudah dilakukan. Tidak ada usaha besar yang tidak dimulai dari sesuatu yang kecil. Kedua, fokus pada bidang yang digeluti. Maknanya tidak mudah berubah haluan dan terkesima dengan usaha kecil lain yang sedang naik daun. Getuk Trio Magelang, tahu bakso Bu Puji Ungaran, Getuk Goreng H. Tohirin Sukaraja adalah salah satu usaha yang mampu bertahan dan berkembang hingga sekarang menjadi usaha kelas menengah. New Armada bisa berkembang menjadi industri karoseri terkemuka di Indonesia berawal dari sebuah bengkel becak kecil di Magelang.
Ketiga, taat dan menikmati proses yang dilakoni. Ketekunan, kesabaran dan kemampuan menghadapi berbagai problem yang muncul dalam berbisnis menjadi salah satu kunci sebuah usaha mencapai kesuksesan. Sebuah usaha kuliner misalnya, baru bisa dikatakan berjalan secara baik setelah melewati masa tenggat 2-3 tahun. Hal ini berdasarkan pengalaman pribadi kami memiliki 2 unit usaha kuliner yang telah berjalan selama 8 dan 10 tahun. Keempat, gemar menambah iptek, ketrampilan, inovasi dan adaptif dalam berbisnis. Dengan ilmu dan teknologi menjadikan pengelolaan usaha menjadi lebih mudah. Dengan ketrampilan mumpuni dan handal menjadikan produk barang dan jasa yang kita jual menjadi lebih kompetitif. Dengan inovasi dan kreativitas yang up to date menjadikan produk kita menjadi tidak ketinggalan jaman. Dan dengan kemampuan komunikasi dan adaptasi yang baik (luwes) kita mampu memuaskan konsumen menjadi pelanggan setia produk yang memiliki “brand-loyalty”.
Kelima, keunikan atau khas. Di kota kecil Weleri dimana kami tinggal, setidaknya ada 20-an warung bakso dan mie ayam. Semuanya laku dan masih tetap berjualan hingga sekarang meski usia usahanya sudah puluhan tahun, artinya usaha tersebut menghasilkan dan menguntungkan. Jika beberapa orang pelanggan ditanya soal warung bakso mana yang paling enak, kami yakin jawabannya beragam. Sebab setiap orang memiliki ”sense of taste” tersendiri dan tidak akan pernah sama. Ada banyak orang yang suka kuah kental dan tidak sedikit pula orang yang senang kuah bening. Kekuatan usaha kecil kuliner untuk membuat dan mempertahankan “taste unik” seringkali berantakan manakala pemiliknya tidak memiliki standar bumbu dan pengolahan makanan. Apalagi jika pemilik awalnya meninggal dunia dan diwariskan kepada anaknya yang tidak pernah “dilibatkan/dikader” dalam produksi dan pelayanan di warungnya.
Keenam, modal usaha sebagai pelengkap. Seringkali pelaku UMKM dihadapkan pada kondisi yang membuat usahanya menjadi tidak mampu berkembang akibat terjerat hutang. Perilaku “kesusu sugih, kesusu gedhe (tergesa-gesa menjadi kaya dan besar)” acapkali menghinggapi karena ketidakmampuan membuat analisa usaha dan menahan keinginan (nafsu) berubahnya gaya hidup ketika usaha mulai berkembang. Sebagai pelaku UMKM kita seringkali khilaf bahwa sebuah toko dan sebuah warung yang baik pengelolaannya bisa menghasilkan sebuah rumah dan sebuah mobil. Namun sebuah rumah dan sebuah mobil yang dimiliki belum tentu bisa menghasilkan sebuah toko atau warung.
Pelaku UMKM kadangkala lupa jika badan dan jiwa yang sehat, semangat menjemput rejeki yang masih menyala, anak-anak yang shalih dan giat belajar, karyawan-karyawati yang baik, produk yang baik, konsumen dan pelanggan yang rajin membeli produk, merupakan investasi dan modal usaha yang tidak ternilai harganya. Kemampuan menilai “manfaat” (benefit) yang tidak selalu berwujud uang, sering terkalahkan ketika melihat sebuah “keuntungan” (profit) berupa uang. Sebagai pelaku usaha kecil seringkali kita lupa ajaran dari para sesepuh : ”luwih becik kalah uwang ketimbang kalah uwong (lebih baik kalah uang daripada kalah orang)”. Hubungan baik dengan banyak orang bisa memperoleh penghasilan uang dengan penjualan produk barang dan jasa yang kita tawarkan. Namun dengan banyaknya uang (hasil hutang bank) belum tentu bisa mendapatkan tambahan orang (konsumen/pelanggan) untuk membeli produk yang kita jajakan.
Beberapa Bank Umum Syariah, BPRS, BTM dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang kami hadirkan pada Rakerwil LPUMKM Jateng kali ini, diharapkan bisa membantu mengatasi problem permodalan bagi pelaku UMKM di Jawa Tengah. Tidak sekedar menyangkut persoalan akses atas permodalan yang lebih mudah dan murah, namun diharapkan pula adanya pendampingan dan edukasi yang baik tentang analisa usaha yang sehat dan logis dalam menggunakan hutang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran produk-produk UMKM.
Wallahu’alam
Pagersari, 15 Oktober 2023.