Oleh: Dodok Sartono
(Sekretaris PW Muhammadiyah Jateng)
Dahulu, sebelum Muhammadiyah memiliki Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang besar seperti sekarang, kekuatan dana organisasi ini terletak pada partisipasi aktif para jamaah. Dana yang terkumpul berasal dari zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf (ZISWAF) yang disumbangkan secara sukarela. Ketika Muhammadiyah membutuhkan dana untuk membangun sekolah, rumah sakit, atau masjid, jamaah dengan senang hati memberikan dukungan melalui ZISWAF. Sistem ini mencerminkan sinergi yang kuat antara Muhammadiyah dan jamaah dalam mengatasi berbagai tantangan sosial yang dihadapi masyarakat, seperti akses terbatas terhadap pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal.
Namun, seiring dengan berkembangnya Muhammadiyah yang kini memiliki banyak AUM, muncul tantangan baru. Salah satu kekhawatiran adalah adanya persaingan antara AUM dan usaha milik jamaah. Persaingan ini dapat menimbulkan dampak negatif, antara lain:
- Jamaah Menjauh dari Organisasi: Ketika AUM bersaing dengan usaha jamaah, ketegangan dapat muncul, dan jamaah mungkin merasa tidak didukung oleh organisasi yang seharusnya mereka topang.
- Usaha Jamaah Terhambat: Persaingan ini dapat menyulitkan perkembangan usaha jamaah, bahkan berpotensi menyebabkan kebangkrutan, yang pada akhirnya mengurangi kesejahteraan jamaah.
- Penurunan Partisipasi ZISWAF: Jika jamaah merasa Muhammadiyah adalah kompetitor, mereka mungkin enggan memberikan ZISWAF karena keterbatasan finansial atau konflik kepentingan.
Sejarah menunjukkan bahwa Muhammadiyah didirikan untuk menjawab masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, seperti kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Namun, saat ini, persoalan-persoalan tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah dominan. Akses terhadap masjid, sekolah, dan rumah sakit kini lebih mudah diperoleh oleh masyarakat Indonesia secara umum.
Tantangan Muhammadiyah di Era Kontemporer
Saat ini, dua masalah besar yang sering dihadapi masyarakat adalah:
- Kesulitan Mencari Pekerjaan: Banyak lulusan dari perguruan tinggi maupun sekolah kejuruan (SMK) tidak terserap di dunia kerja, sehingga angka pengangguran terus meningkat. Ini menjadi tantangan baru bagi Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi besar di Indonesia.
- Kesulitan Mencari Jodoh: Banyak orang tua mengeluhkan sulitnya mencarikan pasangan hidup bagi anak-anak mereka. Meskipun tampak seperti masalah sosial, hal ini relevan dengan fungsi Muhammadiyah dalam memperbaiki kondisi sosial umat.
Oleh karena itu, Muhammadiyah di era ini perlu memperluas peranannya, tidak hanya melalui pembangunan masjid, sekolah, atau rumah sakit, tetapi juga dengan membuka lapangan kerja sebanyak mungkin. Dunia industri menjadi salah satu solusi untuk menghadapi tantangan ini.
Peran Muhammadiyah dalam Mengatasi Pengangguran
Meskipun AUM Muhammadiyah memberikan kontribusi besar dalam sektor pendidikan, ironisnya, mereka juga berpotensi melahirkan pengangguran. Banyak lulusan AUM yang tidak dapat diserap oleh pasar kerja akibat terbatasnya lapangan pekerjaan, sehingga mereka beralih mencari pekerjaan ke perusahaan asing. Ironisnya, perusahaan-perusahaan tersebut sering kali dihujat oleh warga Muhammadiyah atau umat Islam secara umum.
Untuk mengatasi masalah ini, Muhammadiyah perlu proaktif menciptakan solusi, seperti:
- Mengembangkan Usaha di Sektor Industri: Muhammadiyah harus aktif dalam dunia industri guna menciptakan lapangan kerja baru bagi jamaah dan masyarakat.
- Mengintegrasikan Pendidikan dan Kewirausahaan: AUM perlu mencetak lulusan yang tidak hanya siap bekerja di perusahaan besar, tetapi juga memiliki keterampilan untuk memulai dan mengelola usaha sendiri.
Sebagai organisasi sosial-keagamaan yang besar, Muhammadiyah memiliki tanggung jawab besar dalam mengatasi permasalahan pengangguran dan tantangan sosial lainnya. Dengan bergerak dalam sektor industri dan menciptakan lapangan kerja, Muhammadiyah dapat kembali menjadi kekuatan utama yang menopang kesejahteraan umat.