Edy Darmoyo
Sekarang ini kita sering mendengar ajakan agar UMKM Naik Kelas. Namun, di luar sana masih banyak pelaku UMKM yang belum tahu maksud dari ajakan itu. Terutama jika dikaitkan dengan “Skala Ekonomi”.
Masih banyak pelaku UMKM yang belum mengetahui secara baik tentang skala usaha UMKM itu seperti apa.
Apakah usaha saya ini termasuk kelas mikro, kelas kecil atau kelas menengah?
Atau sebenarnya sudah termasuk kelas besar ?
Pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan ‘Kategori UMKM’, agar setiap pelaku/pegiat UMKM mengetahui dengan jelas kelas usahanya saat ini. Lalu mengetahui ‘ukuran’ atau ‘standar’ naik kelas di level atasnya. Pemahaman ini penting sebagai modal awal pelaku UMKM dalam mengenal skala usahanya dan memahami ukuran perkembangan usaha. Sehingga mengetahui apa yang harus dikembangkan, dibesarkan dan ditumbuhkan agar skala usahanya bisa benar-benar naik kelas.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, dijelaskan bahwa kategori usaha yang termasuk UMKM dibedakan menjadi 3 yaitu Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah.
Disebut Usaha Mikro jika sebuah usaha memiliki ‘Kekayaan Bersih atau Asset atau Modal’ maksimal sebesar Rp 50,000,000 dan memiliki “Omset Penjualan” maksimal Rp 300,000,000 per tahun.
Disebut Usaha Kecil jika sebuah usaha memiliki ‘Kekayaan Bersih atau Asset atau Modal’ antara Rp 50,000,000 hingga Rp 500,000,000 dan memiliki Omset Penjualan lebih dari Rp 300,000,000 hingga Rp 2,5 Milyar per tahun.
Disebut Usaha Menengah, jika sebuah usaha memiliki Kekayaan Bersih atau Asset atau Modal antara Rp 500,000,000 hingga Rp 10 Milyar dan memiliki Omset Penjualan lebih dari Rp 2,5 M hingga Rp 50 M per tahun.
Lalu bagaimana dengan jumlah karyawan atau pekerja?
Apakah ada ukuran dan standar untuk membedakan level usaha kita?
Sesuai Ketentuan World Bank :
Sebuah usaha disebut Usaha Mikro itu jika memiliki pekerja kurang dari 10 orang.
Disebut Usaha Kecil jika memiliki pekerja sebanyak kurang dari 30 orang.
Disebut Usaha Menengah jika memiliki karyawan maksimal 300 orang.
Dari data tersebut, sekarang kita mulai tahu di level mana usaha kita sekarang ini. Apakah kita masih termasuk usaha mikro, kecil atau menengah?
Kita-pun menjadi tahu ukuran standar kinerja usaha kita yang seharusnya menjadi target masing-masing unit usaha.
Misalnya, jika saat ini asset usaha kita berada di level mikro, maka standar omset penjualan yang hendak kita kejar adalah Rp 300 juta per tahun atau Rp 25 juta per bulan.
Pertanyaannya : “Sudahkah kemampuan usaha mikro mencapai penjualan Rp 25 juta per bulan ?”
Jika belum, maka ada PR yang harus kita kerjakan.
Atau sebaliknya, modal berada di skala mikro, namun omset penjualan kita sudah tembus Rp 300 juta per tahun.
Hal ini jelas luar biasa.
Atau jangan-jangan, modal usaha kita Rp 500 juta (Level Usaha Kecil), tetapi omsetnya belum tembus Rp 300 juta per tahun. Alias masih di level mikro. Tentu hal ini sangat tidak sehat.
Semoga dengan ulasan diatas, kita sebagai pelaku/pegiat UMKM makin sadar tentang dimana posisi dan level usaha kita.
Sekaligus memahami bagaimana cara menaikkan level usaha kita.
Dengan demikian, kita menjadi tahu dan paham terhadap perkembangan usaha. Masih jauh dari harapan atau sudah sesuai harapan.
Kita menjadi tahu, berapa target penjualan yang harus dicapai pada level usaha saat ini.
Kita semakin tahu tentang PR-PR yang harus diselesaikan agar usaha kita bisa benar-benar naik kelas.
Jika diperlukan, LP UMKM PWM Jateng siap membantu mengadakan forum “Business Diagnosys” yang di dalamnya ada proses “Business Compass, Business Check-up dan Business Rontgent” untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesehatan usaha dari para pelaku UMKM kita sekaligus memberikan tips-tips jitu agar bisnis bisa naik kelas.
Insya Allah.
ED#02 : 29/04/2024
*)Anggota Bidang Pengembangan Sumberdaya Insani LP-UMKM PWM Jateng. Master Training-Coach- Motivator, Owner TPC Corporation Semarang.