Oleh: Khafid Sirotudin
UKMMu.com – Manusia adalah makhluk satu-satunya yang mendapatkan mandat dari Allah Sang Khalik sebagai Khalifatullah (Pengelola bumi milik Allah) sekaligus Abdullah (Abdi Tuhan).
Sebagai muslim, kita diperintahkan untuk sholat (sembahyang) di tiga waktu : pagi, siang dan malam.
Satu bacaan wajib di dalam sholat yaitu Al-Quran surat Al-Fatihah. Lafadz “Alhamdulillahi Rabbil Alamin” (segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam) adalah satu ayat yang wajib dibaca. Sebagai wujud komitmen manusia atas pengakuan Allah sebagai satu-satunya Rabb (Pencipta, Pemilik, Pengatur, Pengayom, Pengelola) alam semesta.
Alam semesta memiliki cara-cara yang hebat dalam menjaga dirinya.
Bagaimana alam melakukannya?. Pada dasarnya Alam akan memusnahkan makhluk hidup yang tidak lagi mendukung yang lain.
Dan alam terus menerus konsisten melakukannya selama jutaan tahun. Alam memusnahkan Dinosaurus, kelompok binatang purba dari klad Dinosauria, yang kali pertama muncul pada 245 hingga 233 juta tahun SM. Para ahli Paleontolog telah mengidentifikasi lebih dari 500 genera dinosaurus yang berbeda dari sudut pandang taksonomi, morfologi dan ekologi.
Saat kecil, saya banyak melihat burung jalak “kebo” yang memakan kutu-kutu di punggung kerbau. Tapi sekarang hampir tidak terlihat ada, sejak kerbau digantikan mesin traktor tangan (hand tractor) untuk membajak lahan sawah.
Jangankan jalak kerbau, jalak uren, kacer, burung-burung eksotik semacam gelatik, tengkek udang, katik, emprit “kaji” bahkan burung “murtad” (burung gereja yang bertempat tinggal di mushola) pun mulai sirna.
Satu-satunya yang masih banyak terlihat di dahan ranting pohon halaman depan dan belakang rumah yaitu burung kutilang. Konon menurut komunitas pecinta burung berkicau, alunan suara merdu kutilang sangat merusak performa kicauan burung saat dilombakan.
Informasi diatas untuk meyakinkan kita, bahwa spesies makhluk yang bernama manusia bisa bertahan. Semua tergantung sikap dan tindakan manusia memperlakukan sesama makhluk ciptaan Tuhan. Akankah kita bertahan selamanya?
Untuk ingin bertahan selamanya, maka manusia harus memberikan MANFAAT pada semuanya (alam semesta, bumi dan seisinya). Jika tidak, apakah yang akan alam lakukan terhadap manusia?. Secara alamiah, alam akan memusnahkan manusia. Cepat lambatnya kiamat bagi manusia, bumi dan seisinya tergantung bagaimana manusia memperlakukan alam.
Apakah kita selama ini telah memberikan MANFAAT pada alam dan isinya? Jika kita mendapat kesempatan ngobrol atau berdiskusi dengan ibu pertiwi, bumi kita. Menurut anda, apa yang akan dikatakan?. Tentu sangat tidak bahagia.
Manusia lebih merusak alam ketimbang virus cacar air, virus influensa dan virus bakteri lain penyebab penyakit. Manusia sangat buruk memperlakukan planet kita, bumi pertiwi.
Kita bisa belajar dengan melihat spesies lain, hewan misalnya. Mereka membunuh agar bisa bertahan hidup atau mempertahankan diri. Atau saat mereka sangat kelaparan dan kehausan.
Tetapi kita sebagai sesama makhluk Tuhan yang hidup, seringkali tidak mau berubah (evolusi).
Sebagai makhluk hidup kita membunuh makhluk hidup lain bukan untuk bertahan hidup. Kita membunuh untuk membuktikan kehebatan manusia diatas makhluk yang lain. Membuktikan dominasi manusia menguasai planet ini. Malah terkadang, hanya sekedar untuk bersenang-senang.
Saat ini sedang heboh mengenai satu virus, virus corona. Bagaimana seandainya si corona ini adalah cara alam untuk memusnahkan kita. Virus yang menyerang manusia. Sangat mungkin kan?
Kita belum memberikan MANFAAT bagi alam dan isinya. Hingga kita melihat berulang-ulang alam mengeliminasi manusia. Lewat berbagai “ayat kauniyah”-Nya aneka bencana : kekeringan, banjir, tanah longsor, gempa tektonik, gempa vulkanik, karhutla dan sebagainya.
Di situasi saat ini, China bukanlah sumber masalahnya. Rakyat China bukanlah masalahnya. Masalahnya ada pada kesadaran kita sebagai manusia. Cara hidup kita yang memisahkan diri atau berpikir untuk hidup terpisah satu dengan yang lain di sekitar kita, lingkungan bumi, ibu pertiwi.
Dan pemikiran tentang keterpisahan ini menggiring alam sadar hingga memiliki gaungnya sendiri dan menggiring cara kita memandang dunia. Kita melihat dunia seperti penyakit mematikan. Dunia seperti malapetaka atau dunia seperti virus corona.
Saatnya sadar. Kita tidak bisa hidup dengan kesadaran bahwa hidup itu terpisah satu dengan yang lain. Semakin kita tidak saling terhubung dengan alam sekitar kita, maka semakin kacau dunia sekitar kita.
Jika anda ingin benar-benar melihat dunia yang lebih baik untuk anak, cucu dan “dzuriyah” (keturunan) kita. Maka perubahan akan kesadaran harus terjadi saat ini dan di sini sebelum terlambat.
Bukankah ajaran agama telah mengajari kita untuk menjalankan “hablu mina-Allah, hablu mina-Nas dan hablu minal-Alam”.
Khairun-nas anfa’uhum lin-nas, sebaik-baik manusia adalah manusia yang mampu memberikan manfaat sebesar-besar nya kepada sesama (manusia dan makhluk lain ciptaan Tuhan).
Weleri : 14 Mei 2020
#CatatanPagiDiTengahPandemiCovid-19
#MuhasabahDiri