Oleh: Khafid Sirotudin
UKMMu.com – Di beberapa kelas pelatihan dasar budidaya lebah klanceng, kami selalu membawa contoh beberapa madu murni/asli dan madu ‘palsu’ (SOS : Sirupan, Oplosan, Sintetis) yang diwadahi botol yang sama, masing-masing botol hanya kami beri kode angka. Dan ketika kami menanyakan kepada peserta, “jika bapak/ibu saya kasih madu, mana yang dipilih diantara botol yang kami bawa ini?” Beragam jawaban dari peserta sejumlah 30-an orang. Sebagian besar (90%) lebih memilih madu yang bukan murni/asli. Sebab mereka lebih memilih madu di dalam botol yang sekilas terlihat “jernih dan bening”.
Setelah itu, kami buka tutup botolnya dan kami minta membau setiap botol. Kemudian kami bagikan Madu Murni/Asli untuk ‘dicicipi’ semua peserta, masing-masing kami bagikan 1 sendok makan untuk dirasakan dan dinikmati.
Gambaran tersebut kami yakini tidak hanya terjadi di ruang kelas pelatihan saja, namun di masyarakat luas juga begitu. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Menurut dan sebatas analisa rasional empiris kami, disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
1. Tingkat konsumsi madu masih rendah
Tingkat konsumsi madu masyarakat Indonesia berada di urutan 140 dari 170 negara di dunia, sekitar 10-20 gram per orang per tahun. Artinya secara rata-rata masyarakat Indonesia selama setahun hanya minum madu sebanyak 1-2 sendok makan. Bagaimana mungkin kita bisa merasakan, mengetahui dan bisa membedakan madu murni/asli dengan madu palsu/SOS manakala setiap pekan/bulan kita belum tentu meminum madu walau sebanyak 10 gram (1 sdm). Atau kita sering konsumsi makanan dan minuman yang mengandung madu, namun sudah dalam bentuk kemasan pangan hasil olahan industri, maka saya yakin kitapun tidak akan bisa membedakan mana madu murni/asli dan tidak.
2. Mind set atau pola pikir yang terlanjur salah
Dalam benak pikiran kebanyakan orang bahwa madu itu rasanya manis seperti gula pasir/rafinasi, padahal tidak semua madu rasanya manis. Apalagi madu klanceng yang rasanya cenderung dominan asam. Adapula rasa sepet dan pahitnya. Begitu juga keyakinan awam dan umum yang sudah jamak diketahui bahwa salah satu ciri madu asli itu tidak dikerubuti semut. Padahal madu yang dihasilkan lebah itu berasal dari beragam nektar tanaman yang dihisap oleh lebah pekerja (female bee worker) yang difermentasi di dalam perut lebah, kemudian dikeluarkan menjadi menjadi madu.
Sedangkan salah satu ciri bunga atau lipatan daun tanaman yang mengandung nektar itu apabila dikerubuti semut. Jikalau masih dalam bentuk nektar saja semut menyukainya, apalagi jika sudah menjadi madu.
Informasi salah dan menyesatkan yang diyakini sebagai kebenaran.
Saat ini kita hidup di era “post truth”. Yakni sebuah kondisi dimana fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan emosi dan keyakinan. Informasi hanya berdasarkan keyakinan bukan kebenaran dan fakta.
Dengan bahasa lain, post truth adalah era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran.
Bagaimana caranya? Dengan memainkan emosi dan perasaan orang. Oleh karena itu kita perlu membiasakan diri untuk menggunakan akal sehat dengan melakukan analisa yang konstruktif disertai penalaran/logika yang waras (Jawa: tinemu nalar).
Informasi yang mengupas perbedaan antara madu yang asli dengan palsu, madu murni dengan madu SOS banyak disampaikan melalui media dan medsos oleh berbagai pihak yang berkepentingan dengan perdagangan komoditas madu. Beberapa informasi yang mungkin pernah kita baca atau dengar untuk membedakan madu asli dan tidak, antara lain dengan melakukan tes air, tes api, tes kertas, tes kain, tes kulkas, tes alkohol dan lain-lain. Bahkan ada pedagang yang menyertakan sarang lebah madu, untuk meyakinkan calon konsumennya agar membeli madu yang dijualnya. Padahal sekarang ini sarang lebah sintetis pun sudah ada yang memproduksinya.
Memang sekilas teramat sulit untuk membedakan antara madu murni dan asli dengan madu palsu. Sebab pemalsuan madu bisa dilakukan oleh semua kalangan yang terlibat dalam proses produksi maupun perdagangan madu. Mulai pembudidaya/peternak, pembolang, pengepul, produsen, industri dan pedagang madu.
Menurut pendapat kami pribadi siapapun boleh memproduksi, menjual dan memperdagangkan madu murni/asli, madu aspal (asli tapi palsu), madu SOS, madu olahan asal memenuhi syarat dan menaati ketentuan yang berlaku.
3. Memenuhi Syarat
Syarat mutlaknya adalah jujur, terbuka dan bertanggungjawab. Maksudnya semua stakeholders yang terlibat dalam produksi dan perdagangan madu harus berani jujur, apa adanya. Kalau memang lebah madu yang diternakkan diberi asupan pakan lebah berupa sirupan gula silakan disampaikan apa adanya. Manakala produsen madu menambahkan sirupan gula dan fruktosa cair sintetis, atau kalangan industri menambahkan bahan perasa, pewarna dan pengawet makanan sintetis silakan ditulis dan disampaikan secara terbuka apa adanya pada label kemasan.
Bahkan bagi sebagian kalangan yang ingin membuat produk ‘madu sintetis’ silakan saja, asal disampaikan secara jujur dan terbuka bahwa produknya adalah ‘sirup rasa madu’ dan ditulis secara jelas pada label “bukan madu asli 100%”. Termasuk beberapa herbalis yang membuat campuran madu asli dengan beberapa bahan herbal lain, juga harus bertanggungjawab secara jujur dan terbuka tentang komposisi bahan baku atas produk ‘madu oplosan’ yang dijual. Sehingga masyarakat umum sebagai konsumen mengetahui dan tidak dirugikan.
Salah satu indikator produk madu berkualitas yaitu informasi yang mudah ditelusuri secara jelas, terbuka dan jujur soal asal-usul produk beserta komposisi bahan dan kandungannya. Sanad nasab, sanad ilmu, sanad akhlaq-nya musti shahih dan hasan dalam bermuamalah.
Sebagai pembudidaya lebah tanpa sengat/klanceng, terus terang kami juga pernah ‘tertipu’ beberapa kali dalam membeli madu klanceng, khususnya yang membeli melalui on-line. Cukup bagi kami untuk mengambil hikmahnya sehingga kami menjadi semakin mengetahui dan mampu membedakan madu klanceng murni dan asli dengan madu palsu/SOS. Kami anggap sebagai ‘biaya bodoh’ yang musti dibayar agar semakin pintar.
4. Menaati Ketentuan
Produk madu haruslah memenuhi semua ketentuan yang telah diatur oleh otoritas negara dan pemerintah, khususnya UU dan peraturan yang terkait dengan keamanan pangan bagi masyarakat. Dalam hal produksi, pengolahan dan perdagangan madu dan produk olahannya, telah banyak UU dan peraturan yang diberlakukan. Antara lain : UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU no. 7 tahun 1963 tentang Farmasi, PERBPOM no. 8 thn 2020 Badan POM RI, SNI No. 8664 : 2018, dan sebagainya.
Meski sudah banyak Undang-undang beserta Peraturan pelaksanaannya, tetapi kita masih melihat dan menemukan fakta di lapangan adanya produksi madu palsu/ SOS yang beberapa tahun terakhir ini bisa diungkap dan ditangkap oleh aparat yang berwenang. Omzet madu palsu sangat besar, mencapai puluhan milyar rupiah per bulan. Sungguh suatu perilaku jahiliyah dan biadab yang sangat merusak citra para pemulia madu di Indonesia, merugikan peternak dan produsen madu yang jujur dan berkeadaban, serta menurunkan kualitas kesehatan masyarakat pengguna madu palsu/SOS.
Ada 2 (dua) jenis tes/uji untuk mengetahui persyaratan mutu madu yang berkualitas, yaitu Uji Laboratoris dan Uji Organoleptik.
Uji laboratoris yaitu pengujian atau analisis dengan menggunakan fasilitas laboratorium. Pengujian melalui laboratorium untuk mengetahui parameter kandungan dan zat-zat dari masing-masing jenis madu sebagaimana diatur dalam SNI No. 8664 tahun 2018 tentang Madu. Diantaranya melalui parameter kadar air, gula pereduksi, keasaman, cemaran logam dan lainnya.
Ada 3 kategori madu menurut SNI N0. 8664 : 2018 yaitu Madu Hutan, Madu Budidaya dan Madu Lebah Tanpa Sengat (Stingless Bee Honey/Jawa : Madu Klanceng).
Sebagai contoh, untuk kadar air madu hutan dan madu budidaya maksimal 22% b/b dan untuk madu lebah tanpa sengat 27,5% b/b. Gula pereduksi (dihitung sebagai blukosa), untuk madu hutan dan madu budidaya minimal 65% b/b, madu klanceng minimal 55% b/b. Sementara cemaran logam persyaratan mutunya untuk ketiga kategori madu tersebut: kadar timbal (Pb) maksimal 0,1 mg/kg; cadmium (Cd) maksimal 0,2 mg/kg; dan merkuri (Hg) maksimal 0,03 mg/kg. Sebagai konsumen tentu tidak mungkin melakukan uji laboratoris yang membutuhkan biaya cukup mahal. Uji laboratoris menjadi kewajiban dan tanggungjawab sosial ekonomi bagi para produsen madu.
Uji organoleptik, biasa disebut uji Indra atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk pangan (madu). Ada 2 indra yang utama digunakan untuk alat uji, yaitu indra perasa (lidah) dan indra pembau/penciuman (hidung). Produk madu murni/asli memiliki rasa dan bau yang khas. Bahkan madu yang dihasilkan oleh masing-masing jenis lebah madu memiliki rasa dan bau yang berbeda dan khas.
Bagaimana orang awam dapat melakukan uji organoleptik secara akurat?
Caranya yaitu dengan melatih dan membiasakan diri meminum sesendok madu murni/asli, setiap hari, minimal selama 21 hari berturut-turut, untuk satu jenis madu (madu hutan/madu budidaya/madu klanceng). Setiap kali membuka tutup botol madu, silakan dicium baunya yang unik/khas ‘nektar tanaman’. Berikutnya nikmati cita rasa khas sesendok madu murni/asli setiap pagi hari, sebelum konsumsi makanan apapun. Rasakan khasiat dan manfaat meminum madu murni/asli setiap hari bagi kesehatan tubuh kita.
Bagaimana kalau kita tidak bisa membau atau merasakan madu murni/asli yang kita minum? Kemungkinan besar kita sedang terpapar Covid-19. Teruslah minum madu murni/asli 1-2 sdm setiap hari (walau tidak ada rasanya) untuk meningkatkan imunitas tubuh. Istirahat yang cukup, gerakkan badan walau hanya setengah jam, berjemur matahari pagi 15 menit, tetap disiplin menjalankan prokes, jaga selalu pikiran positif, serta tetap semangat untuk sembuh dan hidup sehat. Jangan lupa berdoa dan tawakkal kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.
Wallahua’lam.
Weleri : 21 September 2021