Khafid Sirotudin
Pada setiap hajatan di lingkungan masyarakat yang menghadirkan banyak orang, bertempat di lapangan atau tempat terbuka, biasanya selalu ada pelaku usaha Mikro dan Kecil yang ikut menjajakan berbagai produk minuman, makanan, rokok, mainan anak-anak dan lainnya. Entah itu momen pagelaran wayang kulit, musik, pengajian akbar, wisuda bahkan resepsi pernikahan. Semangat mengais rejeki dari pegiat ekonomi mikro dan kecil sungguh luar biasa.
Tak terkecuali kegiatan di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah dan Organisasi Otonom Muhammadiyah (Ortom). Di kegiatan Pengajian Ahad Pagi (PAP) PCM Weleri misalnya, yang biasanya diikuti seribu-an orang, kita bisa menikmati minuman kopi, teh, aneka kudapan dan bahan sayuran mentah yang dijajakan oleh puluhan pegiat UMKM. Penjualnya laki-laki dan kebanyakan perempuan. Mereka mengikuti pengajian sambil jualan, dapat pahala sekaligus penghasilan. Dari fakta inilah, kemudian kita populerkan narasi di kalangan ibu-ibu BUEKA (Badan Usaha Ekonomi Aisyiyah) : ”Budhal ngaji, bali ngitung bathi” (Berangkat pengajian, pulang menghitung keuntungan).
Saat Rakorwil UMKM Muhammadiyah se eks karesidenan Kedu di aula lantai 2 Gedung PDM Kabupaten Magelang, BUEKA Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan (MEK) PDA Kabupaten Magelang menggelar bazar UMKM kecil-kecilan yang ditata rapi diatas 5 meja. Ada 1 stand yang menjajakan salak Madu, Pondoh dan Gading. Di meja lainnya menjajakan aneka produk batik eco-print : topi, tas dan kain batik. Terdapat juga 2 meja yang menawarkan aneka camilan, minuman herbal instan dan kue basah yang dipacking dengan “besek” bambu.
Di ruang transit Ketua PDM, kami juga dijamu dengan minuman hangat dan aneka getuk dari singkong yang ditata rapi dalam sebuah nampan plastik. Lengkap dengan parutan kelapa muda yang gurih. Di Jawa Tengah terdapat beberapa daerah yang memiliki “brand getuk” berbahan baku singkong dengan berbagai nama. Yang paling mashur “Getuk Trio” dari Magelang dan “Getuk Goreng” Sokaraja. UMKM Pangan, biasa disebut dengan kuliner, menjadi unit usaha yang paling banyak digeluti pelaku UMKM, terutama kaum perempuan. Sebab produk pangan (minuman dan makanan) selalu dibutuhkan orang dalam segala situasi dan keadaan. Sehat atau sakit, kondisi normal maupun tidak normal (bencana alam), situasi damai ataupun perang.
Kami tiba di lokasi Rakorwil UMKM relatif agak awal dan kepagian, dari jadwal yang sudah dibuat panitia pelaksana. Kesempatan waktu yang longgar saya manfaatkan untuk dialog dan menerima permintaan foto bersama ibu-ibu yang membuka stan di bazar. Jadilah saya product ambasssador dadakan. Yang penting bisa membuat senang dan bergembira orang lain. Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi kami apabila dapat memberi manfaat kepada sesama.
Saya tertarik dengan Legondo, kue basah khas Borobudur. Saya beli 2 besek, harganya Rp. 25.000 per besek, berisi 5 buah kue. Legondo terbuat dari adonan ketan yang diisi dengan potongan pisang kepok kuning. Dibungkus dengan daun pisang yang diikat dengan tiga iratan bambu. Menurut penuturan penjual, meski legondo termasuk kue basah tetapi mampu bertahan 2 hari 2 malam di suhu ruangan dan sepekan bilamana dimasukkan ke dalam kulkas.
Salah satu putri kami komentar atas foto story yang saya pasang di Whatapps sedang memakai topi batik eco-printing bersama ibu penjualnya. Sayapun akhirnya membeli 3 buah buat cindera mata di rumah. Harganya Rp 120.000 per buah, itung-itung nglarisi “buka dasaran” buat ibu-ibu MEK PDA Magelang. Ecoprint adalah teknik mewarnai kain batik yang memanfaatkan berbagai bahan pewarna alami, non pewarna sintetis. Misalnya kulit kayu secang untuk warna merah, buah mahoni untuk warna hitam, dan sebagainya.
Wastra adalah nama lain untuk menyebut kain tradisional Indonesia. Sebagai anak bangsa kita patut bersyukur, bahwa Indonesia memiliki empat wastra nusantara yang sudah mendunia. Yaitu kain batik, kait ikat, kain songket dan kain tenun. Wastra menjadi ciri khusus, unik dan identitas bagi suatu daerah atau negara sebagai bahan baku pakaian wanita dan pria. Semoga ke depan UMKM Sandang semakin berkembang mendunia.
Purwokerto, 27 Januari 2024