Oleh: Khafid Sirotudin – (Pembudidaya lebah Trigona.sp (klanceng), Owner madu Murni-Asli KlancengMu & LebahMu.)
UKMMu.com – Ada 4 indikator yang biasa dipakai untuk menguji kemurnian atau keaslian madu, yaitu :
1. Enzim Diastase
Menunjukan kadar enzim pada madu. Diastase adalah enzim yang dihasilkan oleh kelenjar liur pada lebah. Madu yng berasal dari lebah, akan memiliki enzim Diastase : “ciri khas madu dari lebah”.
2. HMF
HMF (5-Hidroksimetil-2-furfural) merupakan salah satu parameter kerusakan madu. HMF adalah produk dekomposisi gula yang terbentuk pada madu, pada saat pemrosesan panas dan penyimpanan atau dikenal sebagai reaksi Maillard (Tosi, 2002).
HMF menunjukkan tingkat kerusakan pada madu dan adanya proses pemanasan pada madu. Pemanasan bisa terjadi secara alamiah (fermentasi dan penyimpanan) dan pemanasan buatan. HMF juga bisa menjadi indikator adanya penambahan gula : gula pasir, gula rafinasi, dan gula sintetis lainnya.
HMF pada madu segar atau madu baru panen adalah 0.
HMF pada SNI 8664-2018, ditetapkan maksimal 40.
HMF yang sangat tinggi, merupakan indikasi adanya kerusakan madu maupun adanya zat tambahan seperti gula pasir dan semisalnya.
3. Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang memiliki rantai karbon ganda atau kompleks. Atau biasa disebut gula disakarida, gula kompleks atau polisakarida.
Sukrosa pada SNI 8664-2018 ditetapkan maksimal 5%
Madu yang Muda belum tersegel, cenderung memiliki Sukrosa yang lebih tinggi. Sedangkan Madu yang sudah Tua tersegel, memiliki Sukrosa yang lebih rendah.
Madu dengan tambahan gula pasir atau gula sintetis akan memiliki Sukrosa yang sangat tinggi.
Beberapa madu di Indonesia memiliki kadar Sukrosa alami di atas 5%, seperti madu dengan sumber nektar dominan tanaman Akasia dan Mangrove.
Polisakarida membutuhkan enzim insulin agar dapat dipecah menjadi gula sederhana, dan agar dapat diserap oleh tubuh.
Madu dengan Sukrosa tinggi, berbahaya bagi penderita Diabetes.
4. Pereduksi atau Dianggap Glukosa
Gula pereduksi adalah gula dengan rantai karbon tunggal (mono sakarida). Biasa disebut gula sederhana. Glukosa termasuk gula yang mudah diserap oleh tubuh, tanpa harus dipecah oleh insulin di Pankreas.
Pereduksi pada SNI 8664- 2018 ditetapkan sebesar 65%. Dengan memiliki toleransi yang bergantung dengan usia madu di dalam sarang (lebah Apis sp.) atau pot madu (lebah Trigona sp.)
Madu muda memungkinkan pereduksi kurang 65%. Nektar yang minim glukosa juga memungkinkan pereduksi kurang dari 65%.
Pereduksi dapat dianalisis lebih lanjut, dengan membandingkan Diastase, HMF, dan Sukrosa.
Diastase rendah, Sukrosa rendah, HMF sedang, pereduksi sekitar 65% (atau di atas 65%) menunjukkan Diastase sudah memecah Sukrosa menjadi glukosa.
Glukosa terlalu tinggi, juga dapat menunjukkan adanya tambahan glukosa yang tidak wajar, seperti pemberian glukosa sintetis pada madu atau pakan lebah.
Selain dengan cara Uji Laboratorium yaitu menguji kemurnian/keaslian madu melalui pengujian di laboratorium, kemurnian atau keaslian madu juga bisa diuji secara Organoleptik. Yakni metode yang digunakan untuk menguji kualitas madu menggunakan Panca Indera manusia. Jadi dalam hal ini aspek yang diuji bisa berupa warna, rasa, bau dan tekstur.
Sayangnya tidak setiap orang memiliki keterampilan menguji secara organoleptik. Kecuali bagi kita yang terbiasa *minum madu murni/asli secara rutin* serta sudah menjadi habit/ kebiasaan sehari-hari yang telah berlangsung lama.
Masih ada satu lagi cara menguji madu yang kita miliki itu apakah madu Murni/Asli atau madu SOS (Sirupan, Oplosan, Sintetis) alias Palsu.
Caranya, silakan membawa “madu” pulang dan lihatlah bagaimana reaksi istri di rumah. Apakah dia tersenyum manis atau kecut, wajah terlihat sumringah ataukah marah; dan yang paling parah bila botol madunya dilempar ke arah wajah kita.
Selamat mencoba.
Ngampilan, 1 Agustus 2024