Khafid Sirotudin
Suara nyanyian peserta Konsolidasi Wilayah utusan PWNA dan PDNA se Jateng menggema di aula FIKES Kampus 2 Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP), Ahad siang 7 Januari 2024.
”Nasyiah yang bersimbul padi,
terdidik tiap hari,
kemuliaan Islam dicari,
bekerja digemari…”
Sebelum menyampaikan materi “Peran Muhammadiyah Dalam Mendorong Ekonomi Kreatif bagi Perempuan” –sesuai tema dari PWNA— saya mengajak 150-an peserta berdiri dan menyanyi bersama Mars NA.
Beberapa anak batita dan balita terlihat bersama ibundanya yang memakai aneka kerudung warna pink, serasi dengan warna batik NA yang mempesona. Beberapa bayi dan batita terlihat pula digendong dan bermain dengan ayahnya di luar aula. Ada juga sebagian anak bermain di ruang khusus permainan yang disediakan panitia untuk anak-anak dan didampingi seorang pendidik parenting perempuan. Sebuah kegiatan luar biasa dan diluar pikiran kami sebagai “bapak-bapak” Muhammadiyah.
Apresiasi tinggi kami haturkan kepada para suami aktivis PWNA dan PDNA yang telah berkenan mengantar istrinya berkegiatan di UMPP Pekalongan. Terlihat mobil berjejer parkir di halaman UMPP berplat nopol dari ujung timur selatan hingga ujung barat utara pantura Jateng. Disamping menjadi sopir dan bodyguard, para suami aktivis PDNA juga merangkap sebagai pengasuh anak-anak (baby sitter) yang untuk sementara ditinggal ibunya mengikuti kegiatan NA. Sebuah pelajaran hidup yang berharga bagi bapak-bapak pengelola AUM dan aktivis gerakan Muhammadiyah.
Kami teringat dengan pernyataan yang disampaikan Ketua MEK PWA Jateng ketika Rakorwil UMKM se eks karesidenan Pekalongan di Pemalang akhir Desember lalu. Tatkala ibu-ibu MEK Aisyiyah hendak berkegiatan ke luar kota bersama LP-UMKM PWM, maka yang ada dalam pikiran sehari sebelumnya adalah bagaimana pagi-pagi menyiapkan sarapan buat anak-anak dan suami sebelum berangkat sekolah dan bekerja, menyiapkan pakaian sesuai dress code, membersihkan rumah, hingga memastikan kucing peliharaan diberi makanan dan air yang cukup.
Rahajeng dan BUANA
Gerakan Rahajeng merupakan gerakan perempuan berkemajuan PWNA Jateng periode 2022-2027. Kata Rahajeng (bahasa Jawa) memiliki arti selamat atau sejahtera. Rahajeng sendiri merupakan akronim dari Ramah, Harmonis, Jejaring dan Ngayomi. Sebuah represenatsi nilai-nilai yang memiliki beberapa makna sekaligus pilar dan harapan yang hendak diwujudkan oleh segenap warga NA Jawa Tengah.
Ramah, meliputi ramah perubahan (adaptif), ramah lingkungan dan ramah pengembangan kreatifitas perempuan. Harmonis dalam keluarga dan keberagaman masyarakat.
Jejaring yang hendak dibangun meliputi strategi menciptakan ”local leader” perempuan, diaspora kader sebagai kader persyarikatan-umat-bangsa, membangun dan merawat jaringan lintas sektoral, serta membangun literasi digital guna mewujudkan “digital citizenship” yang berkemajuan. Ngayomi menjadi pengikat komitmen NA dalam keberpihakan terhadap hak-hak perempuan dan anak melalui langkah advokasi.
BUANA adalah Badan Usaha dan Amal Nasyiatul Aisyiyah. Hingga akhir 2019, sudah berdiri 45 BUANA se Jawa Tengah. BUANA diharapkan sebagai ”model best practice kewirausahaan organisasi”. Saya kurang up-date data terbaru jumlah BUANA se Jateng saat ini. Yang saya ketahui bahwasanya BUANA PDNA Kabupaten Kendal termasuk dalam kategori terbaik pada tahun 2019, periode PWNA Jateng 2015-2022. Ke depan teriring harapan, semoga perjuangan Nasyiah mengembangkan BUANA dapat semakin maju, mandiri, sukses sebagai Badan Usaha sekaligus Amal nyata dari segenap aktivis dan warga NA yang berkemajuan.
Ekonomi Kreatif
Istilah ekonomi kreatif, pertama kali ditulis John Anthony Howkins dalam bukunya “The Creative Economy : How People Make Money from Ideas” (Penguin Global : 2002). Howkins mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai “The Creation of Values as A Result of Idea”. Dengan kalimat lain, “ekonomi yang memiliki ciri-ciri keunggulan pada sisi kreatifitas dalam menghasilkan berbagai desain kreatif yang melekat pada produk barang dan jasa yang dihasilkan”.
Menurut pemerintah, ekonomi kreatif (ekraf) adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Depdag RI : Studi Pemetaan Ekonomi Kreatif Indonesia, 2007).
Ekraf adalah era baru ekonomi yang mengintensifkan informasi dan kreatifitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan dari sumberdaya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Sektor ekraf merupakan sebuah industri yang didasarkan pada seni, budaya, bisnis dan teknologi (Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional, 2009-2025).
Sebagai tenaga ahli Komisi B (Bidang Perekonomian, Pertanian, Kehutanan, Perdagangan dan Industri) DPRD Provinsi Jateng, kami bersyukur dapat terlibat aktif dalam proses pembuatan Raperda Inisiatif DPRD tentang ekonomi kreatif di Jawa Tengah. Sebagaimana termaktub dalam Bab I Pasal 1 ayat 8 Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif di Provinsi Jawa Tengah, disebutkan definisi “Ekonomi Kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreatifitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan dan/atau teknologi”.
Kami merasa senang diundang PWNA Jateng untuk menyampaikan pokok-pokok pikiran (pokir) terkait ihtiar kolektif bagaimana bersama-sama dan bersinergi memajukan ekonomi kreatif di kalangan Perempuan pada umumnya, dan khususnya bagi warga Nasyiah. Mengingat jumlah UMKM Jateng merupakan terbesar kedua di Indonesia, sebanyak 1,45 juta unit.
Dimana sebagian besar pelaku UMKM Jawa Tengah adalah perempuan sebagai tiang utama negara. Pengembangan ekonomi kreatif berbasis keluarga dan perempuan sudah selayaknya menjadi perhatian utama Pemerintah, Pemda dan Muhammadiyah.
Sebagai Ketua Lembaga Pengembang UMKM PWM Jateng 2022-2027, sejak awal kami menyadari dan berkomitmen untuk bersinergi secara otentik bersama UPP (Unit Pembantu Pimpinan), AUM (Amal Usaha Muhammadiyah), Organisasi Otonom Muhammadiyah (Ortom) serta stakeholders lain yang memiliki kepedulian, integritas dan komitmen dalam memajukan UKM dan IKM “padat karya : padat kreatifitas, ketrampilan, ilmu dan teknologi”. Tanpa mengesampingkan peran industri “padat modal” yang sering dinarasikan sebagai “prime-mover” (pengungkit) pertumbuhan ekonomi suatu daerah/wilayah/negara.
Dalam SOTK LP-UMKM PWM Jawa Tengah, kami dengan sadar dan sengaja menempatkan jumlah pimpinan dan anggota yang besar (82 orang) untuk menduduki Dewan Pembina, Pimpinan Harian dan 10 Bidang. Dimana dua Bidang diantaranya adalah Ekonomi Kreatif dan E-Commerce, serta UMKM Perempuan dan PIRT (Pembinaan Industri Rumah Tangga).
Berdasarkan proporsi gender, 31 persen pengurus LP-UMKM adalah perempuan di setiap bagan/bagian SOTK. Walakin sebagaimana ungkapan “action talks louder than words”. Kami ingin memberikan bukti dan aksi, bukan kata-kata atau sekedar narasi keberpihakan terhadap peran-serta perempuan di berbagai bidang kehidupan bermsyarakat dan berbangsa.
Apalah artinya sebuah pertumbuhan ekonomi tinggi dan kekayaan yang besar, tetapi hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat dengan angka “indeks gini rasio” yang semakin tinggi. Sementara sebagian besar rakyat hanya sekedar bisa menikmati sepotong “kue minimalis” pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sedangkan tingkat kesejahteraan ekonominya rendah. Baru sebatas penghasilan sesuai standar UMP dan UMK bagi pekerja dan buruh industri padat modal.
Hingga debat ketiga kandidat paslon Capres-Cawapres 2024 yang diadakan KPU pada hari Minggu, 7 Januari 2024, kami belum melihat, mendengar dan menyaksikan narasi yang spesifik dari Capres dan Cawapres yang menyatakan keberpihakannya untuk memajukan sektor UMKM. Barangkali ketiga paslon lebih tertarik berdebat soal IKN daripada IKM (Industri Kecil Menengah). Barangkali mereka semua lupa bahwa sektor UMKM yang mandiri telah berjasa dan berperan besar membangkitkan ekonomi pasca pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi Indonesia 1997-1998.
Wallahu’alam
Kota Batik, 7 Januari 2024