Khafid Sirotudin
Cromboloni, sebuah produk makanan yang sedang viral di Indonesia pada akhir tahun 2023. Bagi pegiat UMKM pangan atau kuliner, meng-update sebuah produk baru menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi jika produk itu sedang atau sangat viral di dunia media sosial komunitas pegiat dan pelaku usaha kuliner. Tentu tidak afdol jika hanya menikmati keviralan sebuah produk secara on-line, tanpa pernah menikmati produknya secara nyata, off-line. Artinya belum pernah mencicipi produknya dan sekedar membayangkan alias “halu” (bahasa prokem halusinasi) saja.
Sebenarnya saya pernah mencicipi cromboloni, oleh-oleh yang dibawakan istri ke rumah. Tetapi karena tidak “nggalbo” dengan nama produk yang sedang viral itu, maka setahu saya hanya roti sejenis croissant yang renyah dan manis. Croissant adalah roti krispy berbahan adonan tepung terigu, mentega, telur dan ragi yang dibentuk seperti bulan sabit (crescent). Apalagi lidah saya lebih akrab dan cocok dengan “panganan ndeso” (kudapan desa) seperti pisang godog, gethuk, mendut, klepon. Kalau toh menikmati roti lebih suka molen pisang atau martabak manis isi kacang dan coklat.
Cromboloni merupakan pastry perpaduan antara croissant dan bomboloni. Sekarang cromboloni lagi viral di berbagai plaform sosmed terutama TikTok. Banyak konten kreator yang merelakan diri mengantri untuk menikmati cromboloni dan mengunggahnya di berbagai laman media sosial mereka. Namanya juga konten kreator, profesi mutakhir bagi sebagian kalangan anak muda generasi millenial. Jadi teringat putri saya ketika kuliah di Yogya, nyambi menjadi konten kreator untuk beberapa produk baru kafe dan resto disana. Lumayan buat tambahan uang jajan bagi mahasiswa kos.
Bermula dari kreativitas seorang chef pastry, Scott Cioe, menciptakan dan menjual cromboloni di tokonya yang bernama Lafayette Grand Cafe & Bakery, New York Amerika tahun 2022. Awalnya pastry itu dinamai New York Roll atau The Supreme sebelum dinamai Cromboloni. Dari segi bahan dan pembuatan tidak berbeda dengan croissant, hanya bentuknya yang dimodifikasi menyerupai bomboloni. Bomboloni adalah donat berbentuk bulat tanpa lubang yang didalamnya terdapat aneka isian.
Cromboloni bisa dibuat menggunakan adonan pastry instan yang dipotong sekitar 2 centimeter, lalu digulung hingga berbentuk bulat. Setelah dipanggang dalam oven, adonan pastry bisa diisi dengan aneka selai dan berbagai pasta, seperti coklat, cheese cream dan lainnya sesuai selera.
Berbagai resep crombolonipun menjadi viral dan bisa kita akses di berbagai medsos. Beberapa toko roti dan bakery menjadikan cromboloni sebagai salah satu produk unggulannya. Dan salah satu yang menjual cromboloni yaitu Indomart yang bertanda khusus.
Tantangan UMKM Pangan
Dalam hal pangan dan kuliner, sesungguhnya Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis makanan. Kita ambil contoh Soto misalnya, hampir di setiap daerah memiliki keunikan sajian, bahan dan rasa. Konon seratusan lebih masakan soto se nusantara. Dari soto yang berkuah kental hingga bening tanpa santan. Belum lagi aneka jajanan tradisional yang sangat beragam meski berbahan baku singkong yang sama. Ada gethuk Trio Magelang, gethuk Goreng Sukaraja Banyumas, gethuk Lindri yang disajikan dengan parutan kelapa muda dan sebagainya.
Problem yang dihadapi hampir semua produk makanan dan minuman (mamin) UMKM lokal, meliputi tiga tas yaitu kualitas, kuantitas dan kontinyuitas. Kualitas produk mamin seringkali berubah dan belum memiliki standar kualitas yang baik (quality control). Jika sedang terjadi kenaikan harga salah satu bahan baku yang tinggi, seringkali pelaku UMKM Pangan lebih berani mengorbankan kualitas rasa (taste) daripada menaikkan harga atau mengurangi ukuran mamin yang diproduksi. Padahal standar produk yang berkualitas itu sangat penting menjadi panduan dalam produksi. Termasuk terpenuhinya packaging yang baik, sertifikasi Halal, SNI dan Merk yang terdaftar, serta kualitas pelayanan.
Dalam hal kuantitas, masih banyak dijumpai ketidaksiapan pelaku UMKM pangan memenuhi permintaan pelanggan ataupun pasar yang besar. Kadangkala terjadi ketidakseimbangan antara iklan yang terpasang di sosmed dengan kapasitas produksi yang mampu dilakukan produsen. Kemampuan memenuhi permintaan konsumen mesti direncanakan, dipersiapkan dan dikelola dengan baik. Apalagi jika harus memenuhi permintaan dari pelanggan potensial. Manajemen bahan baku, ketersediaan SDM terampil, kemampuan permodalan dan membentuk jaringan rantai pemasok musti dimanage dengan baik.
Begitu pula dengan keberlanjutan atau kontinyuitas produk UMKM Pangan. Jangan sampai terjadi “one prestasi” dalam memenuhi pesanan pelanggan. Kecuali terjadi “force major” atau udzur syar’i yaitu terjadinya bencana alam, pandemi penyakit mewabah atau pemilik meninggal dunia. Kalau hanya keadaan anak sedang sakit atau suami/istri sedang merajuk, jangan pernah dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kebutuhan mamin konsumen. Apalagi jika pelanggan sudah membayar lunas atau uang muka (down-payment) telah diterima. Bisa ambyar usaha mamin kita karena kehilangan kepercayaan konsumen.
Satu pelanggan yang kecewa bisa berbahaya bagi kelangsungan usaha UMKM Pangan. Jangan anggap remeh dan harus selalu mengingat sesanti para sesepuh Jawa : ”sak dowo-dowone lurung, isih luwih dowo gurung (sepanjang-panjangnya gang/jalan kampung, masih lebih panjang omongan orang)”. Apalagi kita berbisnis di era digital, ketidakpuasan satu pelanggan bisa dibuat konten yang merugikan usaha kita, karena orang sedunia melihatnya.
Pada era global, setidaknya ada tiga jenis produk (barang dan jasa) yang mendunia, 3 F. Yaitu Food (makanan minuman), Fashion (pakaian) dan Fun (hiburan). Berbagai produk makanan global sangat mudah kita jumpai di berbagai kota besar dan kecil. Berbagai jenis makanan “impor” terlihat menguasai pasar di Indonesia, diantaranya berasal dari Amerika, Italia, Jepang, Korea, China dan Thailand. Begitu juga dengan aneka minuman berlabel Thai Tea, American Coffee, English Tea, Chinese White Tea, dan sebagainya.
Budaya pangan global menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari. Anak-anak dan remaja saat ini lebih akrab dengan aneka makanan semacam mie instan, sosis, nugget dan frozen food lainnya. Budaya pangan sebuah bangsa berubah seiring berubahnya pola makan dan budaya pangan rakyatnya. Saya mengamati perubahan pola makan di lingkungan keluarga kami. Anak-anak dan keponakan yang berusia TK dan SD lebih suka sarapan “garingan” (tanpa sayur) dengan omlete (telur dadar), nugget dan sosis atau roti bakar daripada sarapan nasi berlauk sayur mayur dan tahu tempe goreng.
Generasi millenial sekarang agaknya lebih akrab lidahnya ketika makan spagetti ketimbang bakmi Jawa. Lebih suka beli Thai-tea dan cappucino daripada Java-tea dan kopi susu. Lebih demen makan nasi garingan lauk fried chicken dengan “saos tomato” daripada nasi lauk ikan goreng dengan lalapan dan sambal tomat. Sebuah tantangan bagi UMKM Pangan untuk kreatif, jujur, disiplin, fairness dan konsisten menghadirkan aneka makanan dan minuman lokal yang mampu bersaing dan merebut budaya pangan global. Think globally, act locally.
Weleri, 19 Desember 2023
*) Pemerhati Pangan dan Ketua LP UMKM PWM Jateng