Oleh : Gus Zuhron
Ada yang berbeda dengan pertemuan para begawan perkaderan Jawa Tengah. Biasanya dengan cara online, kali ini kopdar dilakukan dengan misi merampungkan masalah-masalah strategis perkaderan dan memburu menu Beong. Bagi yang belum paham, Beong adalah jenis spesies ikan air tawar yang hidup di kali Progo Magelang. Mangut pedas adalah masakan khas Magelang yang bahan dasarnya adalah Beong. Selain rasanya yang nikmat, Beong juga dapat menginspirasi para cendekiawan untuk menelurkan ide-ide bernas dalam rangka menggerakkan umat.
Debut Beong dalam jagat kuliner nusantara sebenarnya belum lama. Khusus di Magelang, kelahiran masakan mangut Beong baru populer sekitar 15-20 tahun terakhir. Biasanya orang kalau datang ke Magelang yang sering disebut adalah Kupat Tahu dan Getuk Trio. Dua selebritas kuliner ini memang lebih dulu lahir dan telah lama merajai serta memanjakan lidah para hamba perut. Sebagai pendatang baru, kehadiran Beong pantas diperhitungkan. Sensasi rasanya bisa berpotensi melampaui para seniornya. Bahkan sebagian pendatang sudah mulai bercerita “belum disebut ke Magelang kalau belum menikmati Beong”.
Ditangan ahli, Beong mampu menjadi candu bagi petualang kuliner. Jika tidak hati-hati, eksistensi Beong dalam kancah kuliner tradisional dapat diakuisisi oleh waralaba besar seperti KFC, Mc. Donald, Burger King dan lainnya. Kalau itu terjadi, potensi terbunuhnya lapak-lapak tradisional sangat besar. Apalagi para waralaba itu tidak sekedar ahli mengolah rasa tetapi juga menyajikan dan menyuguhkan pelayanan yang prima. Tidak berhenti di situ, mereka mampu menawarkan performa yang menarik, ruangan yang nyaman, pegawai yang ramah dan cantik, suasana makan yang bikin betah berlama-lama dan seterusnya.
Bandingkan dengan kuliner tradisional yang rata-rata pegawainya sudah berusia 45 tahun ke atas. Daya tariknya sudah tergerus oleh zaman, parfumnya sudah digantikan dengan minyak angin dan remason, pakaiannya asal-asalan, fasilitas tempatnya tidak sebagus para raksasa kuliner dunia, pelayanannya juga tidak ada standar operasional prosedurnya. Mereka masih bertahan karena resep rahasia yang magis dan memikat lidah. Bayangkan jika resep rahasia itu hilang, agak sulit bagi Beong untuk bertahan di kasta kuliner papan atas.
Para punggawa perkaderan tampak menikmati betul sajian Beong. Wajar jika keputusan-keputusan yang diambil berdaya nalar tinggi, penuh nuansa ideologis dan melampaui zaman. Bayangkan, beberapa orang berkumpul memutuskan untuk membangun hotel dengan biaya Puluhan bahkan Ratusan Milyar. Padahal tidak satupun dari mereka yang ahli konstruksi, tidak pula paham manajemen perhotelan, tidak menguasai bidang pemasaran. Dan yang paling fatal adalah saldo rekening masing-masing tidak terlalu menggembirakan. Mereka jauh lebih fasih membedah kitab Al-Hikam karya Ibnu At- Thoilah dibandingkan mendiskusikan bagaimana cara membangun hotel.
Ini mengingatkan kita tentang mimpi besar KH. Hisyam di awal berdirinya Muhammadiyah. Beliau sudah mencanangkan bahwa suatu saat persyarikatan harus mempunyai perguruan tinggi. Mimpi yang dibangun di tengah rendahnya nalar masyarakat dalam urusan pendidikan. Atau mimpi Kyai Sudjak yang ingin persyarikatan mempunyai Rumah Sakit. Mimpi yang ditulis di tengah tradisi masyarakat datang ke dukun masih begitu kental. Semua mimpi generasi awal itu pada zamannya tampak mustahil, namun hari ini dapat disaksikan eksistensinya.
Berkaca pada sejarah, mimpi mendirikan hotel sebagai pusat perkaderan dan peradaban bukan sesuatu yang mustahil. Apalagi melihat semangatnya begitu cetar membahana. Beong menjadi energi memompa semangat agar daya tahan perjuangan bisa terus hidup. Semangat itu akan menjadi lengkap apabila kuliner Beong diolah oleh warga persyarikatan dan namanya menjadi BeongMu (Beong Muhammadiyah). Menikmati mangut Beong sambil mendengarkan lagu Sang Surya….eeh… salam Beong.
Rumah Sanggrahan, 14 Mei 2025, Pukul 19.55 WIB.
*) Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah, Dosen Unimma